SALAM PAPUA (TIMIKA)- Silas Papare (18 Desember 1918
– 7 Maret 1978 adalah seorang pejuang penyatuan Irian Jaya (Papua) ke dalam
wilayah Indonesia. Ia adalah seorang pahlawan nasional Indonesia.
Namanya diabadikan menjadi salah satu Kapal Perang Korvet
kelas Parchim TNI AL KRI Silas Papare dengan nomor lambung 386, dan juga
namanya diabadikan menjadi nama Pangkalan Udara TNI Angkatan Udara di Sentani,
Jayapura menjadi Lanud Silas Papare Jayapura.
Selain itu didirikan Monumen Silas Papare di dekat pantai
dan pelabuhan laut Serui. Sementara di Jayapura, namanya diabadikan sebagai
nama Sekolah Tinggi Ilmu Sosial Politik (STISIPOL) Silas Papare, yang berada di
Jalan Diponegoro dan Pangkalan TNI AU Silas Papare, Sedangkan di Lota Nabire,
nama Silas Papare dikenang dalam wujud nama jalan.
Riwayat hidup
Ia menyelesaikan pendidikan di Sekolah Juru Rawat pada tahun
1935 dan bekerja di rumah sakit Serui, sebelum pindah ke rumah sakit milik
perusahaan minyak NNGPM di Sorong sejak tahun 1936 dimana menjadi ketua
perawat.
Sekitar tahun 1940 dia dipindahkan ke Serui karena
kekurangan personel, hingga awal 1942 ketika Jepang masuk. Pada tahun 1944, ia
direkrut sebagai mata-mata Amerika Serikat dan pemerintah Belanda, NEFIS untuk
membantu perlawanan terhadap tentara Jepang di Papua terutama berhubungan
dengan mantan pemberontakan Koreri yang sebelumnya memberontak terhadap
pemerintah Belanda kemudian terhadap pemerintah Jepang.
Ketika Belanda berusaha kembali menduduki Papua setelah
Perang Dunia II berakhir, Silas Papare mulai berhubungan dengan Corinus Krey
ajudan Soegoro Atmoprasodjo akibat prakteknya di Kampung Harapan, dan juga
Marthen Indey dari Batalyon Papua. Dia menjadi salah satu pendiri organisasi
kesiswaan bersama Lukas Rumkorem, Yan Waranu, G. Sawari, S.D. Kawab, dan
Corinus Krey.
Pada Desember 1945, Sugoro beserta kelompoknya melancarkan
pemberontakan pertamanya dari Kampung Harapan bersama anggota KNIL, bekas
anggota Kempeitai dan anggota Batalyon Papua untuk memberontak pada Desember
1945. Usaha tersebut gagal karena ada satu anggota Batalyon Papua yang
melaporkan ke pihak Belanda. Lantas pemerintah Belanda mengirim pasukan KNIL
dari Kloofkamp dan juga Rabaul, sekitar 250 orang ditangkap seperti Silas
Papare yang dihukum oleh Belanda dan dipenjarakan di Jayapura.
Belanda yang tadinya akan mengirim Silas Papare karena
terkenal anti-Indonesia sebelumnya mengganti dengan Frans Kaisiepo pada
Konferensi Malino, walau ternyata Kaisiepo menggunakan kesempatannya untuk
mempopulerkan nama "Irian". Papare dipindahkan ke Serui dari
Hollandia dikarenakan terjadi beberapa pemberontakan lanjutan oleh kelompok
Sugoro agar mereka tidak bisa berhubungan.
Semasa menjalani masa tahanan di Serui, Silas berkenalan
dengan Dr. Sam Ratulangi, Gubernur Sulawesi yang diasingkan oleh Belanda ke
tempat tersebut. Perkenalannya tersebut semakin menambah keyakinannya bahwa
Papua harus bebas dan bergabung dengan Republik Indonesia.
Akhirnya, ia mendirikan Partai Kemerdekaan Indonesia Irian
(PKII) pada November 1946.[4] Pada tahun 1949, jumlah anggota PKII terus
meningkat hingga mencapai 4.000 orang, walau PKII dinyatakan ilegal oleh
Belanda dan bergerak secara diam-diam.
M.S. Rumagesan, Silas Papare, N.L.Suwages, Soegoro
Atmoprasodjo, dan A.H. Nasution berbincang-bincang selama Konferensi
Putra-putra Irian Barat di Cibogo Bogor, 14-15 April 1961.
Silas kembali ditangkap oleh otoritas Belanda karena
mendirikan PKII dan dipenjarakan di Biak dengan alasan hilang ingatan.
Menggunakan alasan yang sama, Silas Papare berhasil melarikan diri dan pergi
menuju Yogyakarta. Pada bulan Oktober 1949 di Yogyakarta, ia mendirikan Badan
Perjuangan Irian di Yogyakarta dalam rangka membantu pemerintah Republik
Indonesia untuk memasukkan wilayah Irian Barat ke dalam wilayah RI.
Silas Papare yang ketika itu aktif dalam Front Nasional
Pembebasan Irian Barat (FNPIB) dan juga ikut dalam Konferensi Cibogo, Bogor
yang dilaksanakan pada tanggal 13-15 April 1961 oleh pemuda-pemuda Papua yang
kabur dari Nugini Belanda untuk upaya pembebasan Irian Barat.
Ia juga diminta oleh Presiden Soekarno menjadi delegasi
Indonesia dalam Perjanjian New York bersama Albert Karubuy sebagai perwakilan
PKII, delegasi yang asal Papua lainnya adalah Johannes Abraham Dimara, Marthen
Indey, Frits Kirihio, dan Efraim Somisu.
Perjanjian tersebut ditandatangani pada 15 Agustus 1962,
yang mengakhiri konfrontasi Indonesia dengan Belanda perihal Irian Barat.
Setelah penyatuan Irian Barat, ia kemudian diangkat menjadi anggota MPRS.
Gelar Pahlawan Nasional
Berkat perjuangan dan jasa-jasanya tersebut dalam
mengusahakan Irian Jaya menjadi bagian dari Republik Indonesia dan membantu
mengusir penjajah maka pemerintah Indonesia menganugrahkan gelar Pahlawan
Nasional pada tanggal 14 September 1993 dengan Keppres No.77/TK/1993. (Wikipedia)
Editor: Sianturi