SALAM PAPUA (TIMIKA)- Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) masih kerap dialami kaum perempuan dan anak. Terkini adalah kekerasan yang dialami oleh seorang wanita di Timika oleh pasangannya oknum pria yang sudah tinggal serumah dengan korban. Dan pasti masih banyak kejadian kekerasan terhadap perempuan dan anak yang kerap terjadi namun tidak dilaporkan.

Kekerasan yang menimpa Perempuan di atas timbul setelah korban yang mengetahui si pria punya wanita lain, sehingga ingin meninggalkan si pria. Pelaku bukannya meminta maaf, malah si korban diikat menggunakan rantai dan dikurung di dalam rumah. Beruntung korban bisa melarikan diri dari rumah tinggal mereka, dan melaporkan kejadian itu ke pihak Kepolisian Polres Resor Mimika dan kini pelaku sudah ditangkap.

Dilansir dari Direktorat Jenderal Peraturan Perundangan-undangan Kemenkumham RI, KDRT diartikan sebagai setiap perbuatan terhadap seseorang, yang menyebabkan timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

Seringkali pihak yang menjadi korban adalah istri dan anak. Sayangnya, tak semua korban berani mengambil sikap tegas seperti yang dilakukan oleh Lesti Kejora untuk melaporkan tindakan kekerasantersebut. Padahal pemerintah telah mengatur persoalan ini melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

Melansir dari detik.com, kasus kekerasan terhadap istri menempati urutan pertama pada kasus KDRT berdasarkan CATAHU Komnas Perempuan tahun 2021. Menurut Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi, ia menyebutkan dari 2.527 laporan kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di ranah personal (rumah tangga), persentasi kekerasan terhadap istri selalu berada di atas angka 70 persen.

Tak hanya bagi orang yang telah menikah, tindakan KDRT pun juga menjadi ketakutan  bagi para perempuan yang belum menikah akibat berbagai pemberitaan dan kasus yang dialami oleh orang-orang di sekitarnya. Melihat masih banyak kasus KDRT yang terjadi, sudah waktunya untuk kamu kini mencari tahu apa saja bentuk-bentuk KDRT. 

Lalu, apa saja jenis-jenis KDRT yang perlu diketahui? Berikut 4 jenis KDRT yang dilansir dari laman Direktorat Jenderal Peraturan Perundangan-undangan Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia. 

Kekerasan Fisik

Kekerasan fisik merupakan salah satu bentuk tindakan kekerasan yang mudah terlihat pada korban dan banyak ditemui pada laporan kasus KDRT. Kekerasan fisik merupakan setiap perbuatan yang menyebabkan korbannya mengalami rasa sakit, jatuh sakit, luka berat, dan fatalnya berujung pada kematian. Bentuk perbuatan dari kekerasan fisik yang terjadi dalam rumah tangga dapat berupa tindakan mendorong, memukul, menendang, hingga tindakan pembunuhan. 

Kekerasan Seksual

Meskipun telah memiliki ikatan hubungan resmi, dalam pernikahan pun juga dapat terjadi kekerasan seksual. Kekerasan seksual merupakan setiap perbuatan yang mencakup hubungan seksual yang dilakukan tanpa persetujuan korban atau pemaksaan saat korban tidak menginginkan hal tersebut.

Kekerasan seksual juga bisa terjadi karena melakukan hubungan seksual dengan cara-cara yang tidak wajar atau tidak disukai korban. Fatalnya, tindakan kekerasan seksual dalam rumah tangga juga dapat berupa pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain dengan tujuan komersil.

Kekerasan Psikis

Tindakan kekerasan dalam rumah tangga juga bisa menyerang mental atau psikis korbannya. Kekerasan psikis dalam kasus KDRT merupakan setiap perbuatan dan ucapan yang dilakukan oleh pelaku dapat mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak serta rasa tidak berdaya, dan penderitaan psikis berat pada korban.

Bentuk perbuatan kekerasan psikis dapat berupa hinaan, cemoohan, dan sebagainya. Kekerasan psikis dalam rumah tangga dapat mengakibatkan korbannya mengalami gangguan kesehatan mental, seperti, kecemasan, depresi hingga timbulnya keinginan untuk mengakhiri hidup.

Kekerasan Ekonomi

Masalah ekonomi juga bisa jadi bagian dari bentuk KDRT. Kekerasan ekonomi atau juga disebut sebagai penelantaran rumah tangga merupakan setiap perbuatan yang membatasi orang (perempuan) untuk dapat bekerja di dalam atau di luar rumah yang menghasilkan uang dan barang.

Selain itu, pelaku juga membiarkan korban bekerja untuk dieksploitasi atau menelantarkan anggota keluarga. Padahal Undang-undang sudah dengan jelas menegaskan bahwa setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, di mana menurut hukum ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan.

Dalam berbagai kasus yang ditangani aparat kepolisian di Timika sejak dahulu, kekerasan memang kerap diadukan, namun terkadang status perkawinan yang belum resmi secara agama dan negara menjadi salah penghalang dalam menentukan apakah kasus itu KDRT atau kasus kriminal biasa.

Biasanya kepolisian bertanya apakah pelapor dengan terlapor sudah menikah resmi, sebab kalau sudah menikah berarti UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) bisa diterapkan. Namun jika status perkawinan belum sah secara agama dan negara, maka kasus itu diarahkan kepada kasus kriminal biasa menggunakan hukum pidana.

Keberanian korban melaporkan kekerasan yang dialaminya kepada pihak berwajib akan menjadi dasar penegakan hukum, sehingga para korban harus berani melaporkan kasus yang dialaminya, agar ada tindakan hukum yang akan menjadi efek jera bagi si pelaku. Disinilah dibutuhkan betapa pengetahuan tentang hukum amat dibutuhkan oleh masyarakat, sehingga hak dan kewajibannya di mata hukum bisa diketahui.

Seperti ketika menjadi korban apa yang harus dilakukan, demikian juga ketika menjadi pelaku apa yang harus dilakukan dan konsekwensi apa yang akan dihadapi. Sayangnya, para korban terkadang meski sudah melaporkannya kepada pihak kepolisian, bahkan di tengah perjalanan proses hukum dalam kasus KDRT malah mencabut pengaduan dengan berbagai alasan. Seperti ketergantungan ekonomi kepada si pelaku (suami), menjaga agar anak tidak mengalami trauma dan memilih berdamai dengan si pelaku dan juga menjaga keutuhan rumah tangga.

Demikian juga jika yang menjadi korban adalah anak, banyak juga yang lebih memilih diam karena takut kepada pelaku (biasanya orang dekat bahkan keluarga). Padahal dalam UU Nomor 23 Tahun 2004 sudah jelas apa hukuman bagi si pelaku. Di Polres Mimika ada Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) yang akan melayani dan melindungi para korban hingga bisa mendapatkan pelayanan hukum yang tepat.

Pentingnya pengetahuan tentang hukum akan menjadi satu dasar bagi korban untuk melaporkan apa yang dialaminya dalam satu kasus KDRT kepada aparat kepolisian. Kekerasan masih terus terjadi, namun satu hal yang penting dilakukan pasangan suami-istri adalah saling memahami satu dengan yang lain, sehingga KDRT tidak terjadi, dan jika terjadi maka korban harus melaporkannya karena ada hukum yang melindungi setiap warga negara. Ayo beranikan diri.(Redaksi Salampapua.com)

Penulis: Sianturi