SALAM PAPUA (TIMIKA) – Menyadari pentingnya pengetahuan
kesehatan seksual dan reproduksi bagi peserta didik, sebanyak 30 guru dari
berbagai Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kota Timika mengikuti Pelatihan
Kesehatan Seksual dan Reproduksi bagi Guru SMA.
Pelatihan ini diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten
Mimika melalui Dinas Kesehatan bekerja sama dengan Yayasan Melati Peduli Timika
yang diketuai Martha Pussung, dengan menghadirkan dua pemateri dari Merauke
melalui Yayasan Cenderawasih Bersatu (YCB) Papua, yakni Sefnat JD Lobwaer dan Trifosa Sri Murni. Kegiatan berlangsung di Hotel Horison Ultima
Timika, Jalan Hasanuddin Timika pada 8–10 Desember 2025.
Moderator kegiatan, Kartika Dewi Dayoh, menjelaskan bahwa
pelatihan ini bertujuan meningkatkan kapasitas tenaga pendidik dalam memahami
isu kesehatan seksual dan reproduksi, seiring meningkatnya kasus kekerasan
seksual serta infeksi menular seksual (IMS) di kalangan remaja.
“Tujuan kami sebenarnya tidak hanya untuk guru SMA, tetapi
tenaga pendidik secara lebih luas. Guru sering kali mengetahui berbagai
persoalan yang terjadi di lingkungan sekolah, termasuk kasus kekerasan
seksual,” ujar Kartika.
Ia menambahkan, sasaran utama pelatihan adalah guru BK dan
kesiswaan di SMA serta perguruan tinggi, mengingat angka IMS di kalangan remaja
tahun ini tergolong cukup tinggi.
“Sekolah adalah rumah kedua bagi anak-anak. Selain keluarga,
guru menjadi orang dewasa yang paling dekat dengan mereka. Informasi dan rasa
aman yang mereka dapatkan di sekolah sangat penting,” jelasnya.
Menurut Kartika, peran guru sangat krusial ketika anak-anak
menghadapi situasi tidak nyaman di rumah. Guru diharapkan menjadi tempat
berbagi yang aman serta mampu melakukan pendampingan secara tepat.
“Peserta pelatihan ini sebagian besar guru BK dan kesiswaan.
Konsepnya mirip dengan Satuan Tugas PPKS di kampus, yaitu mencegah dan
menangani kekerasan seksual, perundungan, dan bentuk kekerasan lainnya di
lingkungan pendidikan,” terangnya.
Sementara itu, narasumber Sefnat JD Lobwaer mengungkapkan bahwa pelatihan ini dilatarbelakangi keprihatinan terhadap meningkatnya perilaku seksual pranikah di kalangan remaja, berdasarkan Survei STPP 2024 yang dilakukan Kementerian Kesehatan bersama Universitas Indonesia.
“Di enam provinsi di Tanah Papua terjadi peningkatan
perilaku seks pranikah di kalangan anak muda, dan angkanya cukup tinggi. Yang
lebih memprihatinkan, sekitar tiga persen lebih melakukan seks kasual, yakni
hubungan seksual tanpa ikatan emosional,” ungkap Sefnat.
Selain itu, ia menyebut kelompok usia 15–24 tahun dalam
setahun terakhir menunjukkan peningkatan aktivitas seksual sesama jenis, yang
menuntut pendekatan edukasi yang lebih tepat dan manusiawi.
“Guru perlu memahami karakteristik seksual remaja dan
melakukan pendekatan yang mampu mendorong perubahan perilaku positif,”
tambahnya.
Sefnat juga menyoroti tingginya kasus kekerasan seksual
terhadap anak di Timika dalam dua tahun terakhir, meski daerah ini menyandang
predikat Kota Layak Anak.
“Guru adalah garda terakhir pembinaan setelah keluarga.
Mereka menjadi penjaga agar anak-anak tidak terjerumus pada perilaku yang dapat
merusak masa depan mereka,” pungkasnya.
Penulis/Editor: Sianturi


