SALAM PAPUA (TIMIKA)- Indonesia mempunyai ragam suku
dan budaya. Salah satunya adalah pakaian adat Papua yang unik berupa Koteka.
Baju adat ini banyak menjadi sorotan karena hanya menutupi bagian kemaluannya
saja. Sedangkan, bagian tubuh lainnya dibiarkan telanjang.
Namun, baju adat ini mempunyai asal-usul dan makna yang
mendalam. Baju adat Koteka merupakan pakaian untuk menutup kemaluan seorang
laki-laki di sebagian budaya penduduk asli Papua. Penamaannya sendiri berasal
dari bahasa Mee yang dulunya dikenal dengan bahasa Ekagi atau Ekari.
Koteka dipakai kaum laki-laki, sedangkan perempuan memakai
rok rumbai yang dibuat dari daun sagu kering. Baju adat ini dalam bahasa Mee
suku Paniai berarti pakaian. Bahasa Mee sendiri digunakan oleh suku yang ada di
daerah Pegunungan Tengah Papua bagian barat. Jika di masa sekarang, masuk dalam
wilayah Kabu 6 Paniai.
Selain itu, juga masuk di wilayah Kabupaten Intan Jaya,
Deiyai, dan Nabire. Baju adat ini mulai diperkenalkan secara luas oleh
guru-guru yang ada di sekolah pemerintahan Belanda. Saat itu, tepatnya ketika
mengajar di lembah Baliem pada tahun akhir 1940-1950. Meskipun begitu, ternyata
baju adat ini juga telah dikenal berabad-abad lalu. Hal itu terbukti pada tahun
1855.
Pada tahun tersebut, misionaris Belanda yang menempatkan pos
pertamanya di Papua. Mereka mendorong masyarakat pedalaman agar meninggalkan
kebiasaan berpakaian seperti itu. Mengingat cara berpakaiannya hampir nyaris
telanjang. Jadi, hanya tersedia 1 penutup yaitu pada daerah kemaluan.
Kemudian, pakaian adat Papua ini kembali menjadi masalah
ketika pemerintahan Orde Baru. Jadi, akhirnya pemerintah mengadakan Operasi
Koteka tepatnya di tahun 1971-1974. Program meliputi bidang politik, ekonomi,
dan sosial dengan tujuan untuk meningkatkan taraf hidup serta mengembangkan
kebudayaan rakyat.
Namun, program tersebut mendapatkan penolakan serta
perlawanan dari penduduk lokal. Akibat dari penolakan itu, terdapat sejumlah
laporan yang menunjukkan aksi pemaksaan. Diantaranya seperti penyitaan, tindak
kekerasan, hingga pembakaran baju adat. Meskipun begitu, akhirnya program
tersebut tetap gagal dan pemerintah tidak menindaklanjuti mengenai pengadaan
pakaian.
Baju adat koteka ini terbuat dari Riambo atau moncong burung
taong-taong dan juga labu. Moncong burung taong-taong sendiri didapatkan dari
memburu. Sedangkan, untuk pembuatan dari labu air yang dipilih adalah berwarna
putih dan panjang. Labu tersebut dibuang biji serta daging buahnya.
Selain itu, biasanya yang dipilih ialah labu air berusia
tua. Jadi, teksturnya lebih keras dan juga awet setelah dikeringkan. Tidak
hanya sebagai penutup kemaluan laki-laki. Akan tetapi, juga ada makna dibalik
pemakaiannya, seperti jika kedudukan semakin tinggi, maka ukurannya lebih
besar.
Makna dan Fungsi dari Pakaian Adat Papua
Pada umumnya, makna dari pakaian adat Papua ini mempunyai
nilai-nilai yang baik untuk penggunaannya. Mulai dari nilai kepemimpinan,
kebersamaan, kebanggaan, kebesaran, dan lain sebagainya. Maka dari itu, pakaian
adat ini cukup penting bagi kehidupan suku di wilayah pegunungan tengah Papua.
Di bawah ini akan menjelaskan mengenai makna dan fungsi Koteka yang lebih umum.
1.
Simbol Kedewasaan
Makna dan fungsi yang pertama
adalah sebagai simbol kedewasaan seorang pria yang ada di Papua. Selain itu,
terkadang juga mempunyai fungsi lain. Misalnya untuk menyimpan uang pemakainya.
Biasanya, pembuat baju adat ini melapisinya dengan daun. Kemudian, uang
tersebut diletakkan di ruang yang masih tersisa dalam pakaian adat ini.
2.
Baju Adat Papua sebagai Penanda Suku Asal
Menurut sebagian penduduk asli Papua, pakaian adat ini tidak
hanya sekedar pakaian tradisional. Akan tetapi, juga mempunyai makna yang lebih
mendalam. Salah satunya ialah sebagai penanda suka asal dari pemakainya. Hal
itu karena setiap suku di pedalaman Papua memiliki bentuk dan cara penggunaan
yang berbeda-beda.
Dengan begitu, akan lebih mudah mengenali antara satu suku
dengan lainnya. Selain itu, terkadang penggunaannya juga bisa dilihat dari
aktivitas yang hendak pemakai lakukan. Jadi, hanya perlu melihat dari bentuk
dan cara penggunaan pakaian adatnya jika ingin mengetahui apa yang akan
dilakukan. Sedangkan, koteka untuk perempuan tidak ada. Hal itu karena pakaian
adat untuk perempuan menggunakan rok rumbai.
3.
Cinderamata Khas Papua
Saat ini, penggunaan pakaian adat ini semakin jarang
ditemui. Hal itu karena sudah banyak dari penduduk Papua yang mengikuti
perkembangan zaman dengan menggunakan pakaian modern. Meskipun begitu, pakaian
adat ini tetap bisa kamu temukan di Papua, karena kebanyakan dijadikan sebagai
souvenir. (pikiran rakyat)
Editor: Sianturi