SALAM PAPUA (TIMIKA) - Kepala Suku Besar Kamoro,
Timotius Samin menyampaikan, bahwa Wakia merupakan bagian dari Kabupaten Mimika
dan merupakan tanah adat orang Kamoro.
Budayawan yang telah memperkenalkan budaya Kamoro hingga ke
luar negeri ini menyampaikan, sejak dulu orang Kamoro telah ditempatkan Allah
lengkap dengan rumah adatnya (Kapirkame), sehingga harus dihargai dan
dihormati. Wakia merupakan ranah milik orang Kamoro yang diwariskan oleh nenek
moyang, termasuk di Umuka dan Kapiraya.
"Kita sebagai umat beragama, harus mengakui di mana
Allah telah menempatkan manusia. Wakia itu Kamoro punya atau Mimika Wee dan
masuk dalam wilayah Mimika, bukan dalam wilayah kabupaten lain," tegas
Timotius, Kamis (31/10/2024).
Disampaikannya, masuknya warga dari kabupaten lain dan terjadi
saling klaim di wilayah Wakia, dikarenakan adanya potensi kandungan alam,
sehingga diperebutkan.
"Sebetulnya tidak apa-apa kalau masuk untuk mencari
nafkah di tanah Wakia, tapi jangan klaim tanahnya, karena itu orang Kamoro
punya," ujarnya.
Salah satu Kepala Suku Besar di Dogiyai menurutnya, bernama
Edoway. Edoway merupakan anak adat, yang mengetahui sejarah batas antar Dogiyai
dan Mimika.
"Saya dulu sekolah guru di Dogiyai, dan bertemu Kepala
Suku bernama Edoway. Sejarahwan itupun mengaku bahwa Wakia itu dalam wilayah
Mimika. Jadi yang sekarang ini masuk klaim itu merupakan anak-anak yang tidak
tahu apa-apa," katanya.
Timotius mengimbau, agar seluruh orang Kamoro tetap bersabar
dan jangan menjual tanahnya dengan kepentingan pribadi. Sebab, tanah Wakia dan
kekayaan alamnya pemberian Allah.
"Tidak apa-apa orang dari luar cari nafkah, tapi
sebagai anak Kamoro, jangan sengaja menjual untuk kepentingan diri
sendiri," katanya.
Atas persoalan Wakia, Timotius adanya perhatian khusus
pemerintah provinsi, sehingga tidak terjadi konflik secara terus menerus.
"Pemerintah Provinsi Papua harus bantu Pemkab Mimika
untuk perhatikan masalah Wakia, serta libatkan adat masing-masing daerah yang
saling klaim," tegasnya.
Sementara itu, Tokoh Perempuan Kamoro, Matea Mameyao menyampaikan,
berdasarkan buku Mimika Dalam Angka, Wakia masuk dalam wilayah adat Suku Kamoro
dan menjadi bagian dari Kabupaten Mimika dan diputuskan oleh Otonomi Daerah
(Otda). Namun, seiring waktu Biro Hukum Pemkab Mimika tidak memperjuangkan itu,
serta tidak mengumumkannya kepada masyarakat, sehingga sebagian masyarakat
tidak mengetahui hal itu.
"Pada buku Mimika Dalam Angka sudah termasuk Wakia,
begitu juga dalam wilayah adat, Wakia masuk dalam adat Kamoro," kata
Matea.
"Itulah yang menjadi kendala. Adapun legislatif dan
eksekutif, tapi selama ini terkesan diam," katanya.
Untuk persoalan ini, Matea saat ini ikut mendaftar sebagai
calon Anggota Dewan Perwakilan Provinsi jalur Khusus (DPRPK). Kelak, Matea akan
memperjuangkan terbentuknya Perda Pemetaan dan Tapal wilayah adat khusus Suku Kamoro.
Sebab, penyelesaian tapal batas tentang hak adat tidak bisa diselesaikan di
tingkat terbawah, tapi harus ada dorongan kuat dari provinsi.
"Atas nama leluhur dan Tuhan, persoalan Wakia ini
nantinya akan jadi bahan saya ketika lolos menjadi anggota DPRPK Papua
Tengah," pungkasnya.
Penulis: Acik
Editor: Sianturi