SALAM PAPUA (KENDARI- Hari Nusantara 13 Desember
menjadi sebuah momentum penting yang mengingatkan pada Deklarasi Djuanda tahun
1957 yang menegaskan Indonesia sebagai negara kepulauan. Deklarasi ini tidak
hanya menjadi simbol kedaulatan, tetapi juga landasan bagi pengelolaan sumber
daya laut berkelanjutan.
Sebagai wujud komitmen terhadap kelestarian alam dan
kesejahteraan masyarakat, Lembaga Pengelola Perikanan Wilayah Pengelolaan
Perikanan atau LPP WPP 714 bersama dengan program Indonesia Tuna Consortium
telah mengadakan pertemuan tahunan di Kendari pada tanggal 9-11 Desember 2024.
Pertemuan ini dihadiri oleh 5 provinsi penghasil tuna yaitu Maluku, Maluku
Utara, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Tenggara yang ada pada
area Wilayah Perairan dan Perikanan 714.
Thilma Komaling, SE MPP sebagai Pemimpin Strategis
Konsorsium Tuna Indonesia menyampaikan, “Hari Nusantara dan Deklarasi Djuanda
adalah pengikat yang menghubungkan kita dengan laut sebagai bangsa kepulauan.
67 tahun berselang, saatnya kita memperkuat komitmen dalam menjangkau kekuatan
kolektif di regional WPP 714 demi kesejahteraan penghidupan dari laut dan
perikanan yang sudah dijaga sejak bangsa ini terbentuk."
Peringatan Deklarasi Djuanda mengingatkan Indonesia akan
tanggung jawab besar dalam melindungi masa depan ekosistem laut. Pada
penyelenggaraan pertemuan tahunan LPP WPP 714, beberapa tajuk pembahasan adalah
tentang testing Harvest Strategi Tuna atau strategi pemanfaatan perikanan tuna
pada area regional, optimalisasi penangkapan ikan terukur (PIT), mengakui
keberadaan Komite Pengelolaan Bersama Perikanan (KPBP) tingkat provinsi pada
LPP WPP 714, serta diskusi hasil penelitian di WPP 714 akan alat tangkap pole
and line atau huhate yang makin menurun, sebagaimana rilis yang diterima Salampapua.com.
Metode huhate dikenal sebagai salah satu cara paling ramah
lingkungan dalam menangkap ikan, terutama tuna. Metode ini menggunakan tongkat
panjang dengan tali pancing untuk menangkap tuna (khususnya cakalang) secara
selektif, menghindari tangkapan ikan non-target dan minimnya dampak terhadap
ekosistem laut. Tidak hanya itu, metode ini juga memungkinkan nelayan lokal
untuk memperoleh hasil tangkapan dengan kualitas baik yang dihargai tinggi di
pasar global.
“Alat tangkap huhate dapat menghindari tertangkapnya ikan
bukan target, sehingga risiko penangkapan berlebihan (overfishing) berkurang.
Selain itu, cakalang yang ditangkap ukurannya pas dan berkualitas tinggi, jadi
nelayan bisa mendapat harga yang kompetitif. Namun sayangnya, jumlah kapalnya
sekarang menurun drastis karena masalah umpan ikan dan persaingan dengan alat
tangkap lain. Perlu ada keberpihakan atas huhate sebelum berangsur
menghilang," ujar Maskur Tamanyira, Pemimpin Program Perikanan Yayasan IPNLF
Indonesia.
Indonesia sebagai penghasil tuna terbesar di dunia, memikul
tanggung jawab besar untuk menjaga keberlanjutan perikanannya. Metode ramah
lingkungan yang digunakan di wilayah Timur Indonesia menangkap cakalang dan
tuna sirip kuning berkualitas tinggi
yang menjadi komoditas unggulan sekaligus pilar ekonomi bagi komunitas pesisir.
Rata-rata perikanan huhate Indonesia telah tersertifikasi label ramah
lingkungan (eco-labelled) yang memenuhi standar internasional. Ikan tuna yang
ditangkap dengan huhate juga dihargai lebih tinggi karena kualitasnya yang superior.
Pada pertemuan tahunan LPP WPP 714 tersebut, Koordinator
Eksekutif Lembaga Pengelola Perikanan WPP 714, Syahril Abd. Raup, ST MSi,
menekankan,
“Dalam pengelolaan perikanan, kita tidak bisa bekerja
sendiri-sendiri, bila semua inisiatif yang kita lakukan (kita: pemerintah,
akademisi, peneliti, NGO, pelaku usaha) disatukan akan menghasilkan kekuatan yang dahsyat untuk sumber daya ikan
tetap lestari. Perbedaan pendapat adalah hal yang biasa, namun misi harus tetap
sama. Pola penangkapan huhate atau penangkapan satu per satu terbukti menjaga
kelestarian ekosistem di WPP 714, dan bersama secara regional kita wajib
mengawal keberadaannya.”
Meskipun huhate telah terbukti ramah lingkungan, tantangan
besar tetap ada, terutama perubahan iklim yang dapat mempengaruhi distribusi
tuna dan tekanan dari metode penangkapan ikan lainnya yang lebih modern. Namun,
di sisi lain, meningkatnya kesadaran global tentang pentingnya keberlanjutan
membuka peluang besar bagi Indonesia untuk memperkuat posisinya sebagai
pemrakarsa dalam perikanan berkelanjutan di dunia. (Tuna Consortium)
Editor: Sianturi