SALAM PAPUA (TIMIKA) - Tokoh Pemuda Suku Aika, yang juga sebagai pengawas pada Lembaga Musyawarah Adat Suku Kamoro (Lemasko), Joachim Elsoin menanggapi sosialisasi yang digelar Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Mimika bersama Lemasa, Lemasko serta menghadirkan Kemenkumham dan Majelis Rakyat Papua (MRP), yang dilaksanakan di Hotel Horison Ultima, 12-13 Maret 2025 lalu.

Joachim yang juga menjabat sebagai Konsultan DPA Lemasko sekaligus Bamus (BM) Lemasko ini menuturkan, bahwa berdasarkan informasi yang telah dipublikasikan melalui media di Timika, sosialisasi yang digelar Kesbangpol tersebut bertujuan memediasi dualisme dua lembaga yang telah terjadi sejak lama. 

"Saya sebagai pengurus inti di Lemasko sangat apresiasi atas digelarnya kegiatan itu, karena itu sebagai langkah pemerintah untuk mengakhiri dualisme dua lembaga masyarakat adat di Timika," kata Joachim kepada Salampapua.com, melalui sambungan telepon, Minggu (16/3/2025). 

Namun sambungnya, hasil dari rapat itu juga disepakati oleh masing-masing ketua lembaga untuk dibentuknya lembaga baru, yang disebut-sebut dinamakan "Lembaga Hukum Adat", kemudian dibentuk satu  tim khusus untuk gelar rapat tertutup, guna  membahas secara interen terkait siapa yang akan menjadi pimpinan dan pengurus pada lembaga baru (Lembaga Hukum Adat) dimaksud. 

"Yang jadi pertanyaan, lembaga hukum adat yang akan dibentuk itu dasar hukumnya apa? Apa kah lembaga hukum adat ini nantinya hanya untuk melancarkan urusan tentang melegalkan tanah hak ulayat, atau melepas tanah ke pihak pemerintahan atau perusahaan di Timika?," ungkapnya.

Kemudian fungsi lembaga adat ini nantinya akan bicara terkait apa? Apakah terkait hukum adat Suku Kamoro saja atau soal hak ulayat, sementara lembaga adat itu tidak memiliki bukti kepemilikan hak ulayat. Kalau tidak ada bukti kepemilikan hak ulayat, lalu bagaimana mau selesaikan persoalan hak ulayat," ucap Joachim yang juga menjabat sebagai Konsultan pada Lemasko ini. 

Untuk menghindari kecurigaan masyarakat pemilik ulayat atas dibentuknya lembaga baru itu, maka sangat diharapkan agar ditinjau kembali sehingga tidak ada persoalan tumpang tindih " Adat di atas Adat". 

Yang harus diingat dan diketahui, salah satu yang punya hak ulayat di Timika adalah suku Aika. Karena itu, sebelum Lembaga Hukum Adat dibentuk, harus ditinjau sehingga ke depannya tidak ada lagi dualisme yang bisa merugikan masyarakat adat.

"Sebelum Lembaga Hukum Adat itu dibentuk, pemerintah harus hadirkan pemilik ulayat agar Lembaga Hukum Adat itupun bisa berjalan sesuai aturan adat, dan juga undang-undang yang berlaku di Indonesia serta sah secara hukum. 

"Dalam undang-undang sudah jelas, bahwa pemerintah harus melindungi keberadaan hukum adat dan menghargai pemilik hak ulayat selama masih ada," ujarnya. 

Suku Aika selaku pemilik hak ulayat saat ini masih ada di Kamoro. Dijelaskan, bahwa Kamoro berasal dari Suku Aika, dan Aika itu adalah Kamoro, sehingga harus dihargai dan benar-benar dilibatkan dalam urusan apapun yang berkaitan dengan persoalan adat dan haknya. 

"Intinya kami berharap pemerintah harus tinjau kembali. Kami juga minta kepada Bamus Lemasko dan tim yang telah dibentuk untuk laksanakan Musdat lembaga baru itu, supaya kembali kepada aturan yang jelas agar tidak bertabrakan dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia," katanya. 

Joachim juga tegaskan, bahwa pemerintah di Mimika harus pahami bahwa Kamoro berasal dari Aika dan Aika adalah Kamoro itu sendiri. Karena itu sebelum Lembaga Hukum Adat terbentuk, maka harus melalui satu pintu, yaitu pintu yang punya "Hak Ulayat".

Penulis: Acik

Editor: Sianturi