SALAM PAPUA (TIMIKA) – Anggota Komisi II DPR Komarudin Watubun menegaskan bahwa Pemerintah Pusat harus lebih serius membangun Papua baik dari segi pembangunan infrastruktur, pengembangan sumber daya manusia (SDM) orang asli Papua, dan lain sebagainya.

Hal ini disampaikan Komarudin Watubun pada Rapat Kerja (Raker) dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi II DPR RI, Kemendagri, dan 4 Gubernur di Tanah Papua (Provinsi Papua Tengah, Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Barat Daya, dan Provinsi Papua Pegunungan), serta Gubernur Papua Barat yang juga turut hadir di ruang rapat Komisi II DPR RI di Jakarta, Kamis (13/3/2025).

Komarudin menegaskan kepada Pemerintah Pusat agar lebih serius mendukung pembangunan di Papua menggunakan APBN dan tidak menggunakan dana Otonomi Khusus (Otsus) Papua.

“Pemerintah pusat harus membantu kita menyelesaikan pembangunan infrastruktur di Papua ini, sesuai dengan janji (pada sidang yang lalu) di ruangan (Komisi II DPR) ini bahwa kantor gubernur dan fasilitas lain di Papua menjadi tanggungjawab APBN, jangan dana Otsus dipakai untuk bangun ini. Berarti kita tidak serius membangun tanah Papua,” ujar Ketua DPP Bidang Kehormatan PDI Perjuangan ini.

Legislator dari Dapil Papua Tengah ini mengungkapkan bahwa Undang-undang Nasional dan UU Otsus harus disinkronisasi bukan dibenturkan, dimana rakyat di Papua menuntut harus berdasarkan Otsus, sementara dari Pusat berteriak harus loyal kepada pemerintah. Menurut dia cara seperti ini tidak akan pernah bisa membangun Papua.

“Saya harap Mendagri harus hadir juga, karena kalau masalah ini hanya diserahkan kepada bu Wamendagri (Ribka Haluk) dan teman-teman dari Papua, kasihan, masalah terlalu berat untuk diselesaikan. Perlu saya ingatkan, Otonomi Khusus bagi Papua itu ada syarat-syaratnya. Karena Papua dulu mau minta merdeka makanya solusinya diberi Otsus dan itu tidak jatuh dari langit tapi melalui proses yang panjang. Kalau kita tidak serius urus ini, percaya saya, akan ada keributan lagi. Jadi tidak cukup kita kasih pemekaran dan lalu dianggap semua hal selesai, tidak seperti itu. Kita harus tangani ini secara serius,” tegasnya.

Dia juga menegaskan bahwa masyarakat adat Papua dan orang-orang Papua harus dilibatkan dalam diskusi bersama saat hendak membangun berbagai bidang di Papua.

“Di dalam UU Otsus disebutkan secara jelas bahwa investasi apapun masuk di Papua harus melibatkan masyarakat adat, sederhana kok. Apa sih susahnya ajak rakyat berbicara, bukan langsung main buat proyek dan yang lain tidak tahu. Makanya wajar kalau kemudian dipalang sana, dipalang sini,” tuturnya.

Di samping itu, dia juga menjelaskan terkait adanya porsi yang lebih tinggi kepada orang Papua dalam UU Otsus bukan sebagai bentuk diskriminasi tetapi lebih kepada perhatian khusus yang diberikan pemerintah kepada orang Papua untuk mengembangkan potensi SDM-nya agar terwujud prinsip keseimbangan.

“Terkait adanya pemberian porsi 80 persen untuk Papua dan 20 persen untuk pendatang di Papua (dalam UU Otsus) bukan berarti ada diskriminasi, tapi ini dilakukan untuk memproteksi dan memberi perhatian khusus dalam meningkatkan SDM orang asli Papua supaya mereka bisa bersaing keluar. Berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah dengan saudara-saudaranya yang lain di luar Papua di bangsa Indonesia ini,” tutupnya disambut tepuk tangan oleh beberapa peserta RDP di ruang sidang Komisi II DPR.

Penulis/Editor: Jimmy